Sekilas Kehidupan Mbah Khair

Mbah Kahir tinggal di kampung Cogreg, Bogor menjadi pendekar yang disegani kira-kira pada tahun 1760 pertama kali memperkenalkan kepada murid-muridnya jurus mempo’ Tjimande. Kemudian murid-muridnya menyebarkan luaskan kedaerah lainnya seperti Batavia, Bekasi, Karawang, Cikampek, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Sumedang, Ciamis, Kuningan, dan Cirebon.

Sewaktu beliau tinggal di Cogreg Bogor, Mbah Kahir sering bepergian jauh meninggalkan kampung halamannya untuk berdagang kuda. Pengalamannya sering di begal oleh rampok dan bandit namun keadaan itu dapat diatasi karena kepiawaiannya bermain maempo’.

Di Batavia berkesempatan berkenalan dengan pendekar-pendekar silat Minangkabau dan Cina yang ahli dalam dunia persilatan untuk saling mencoba dengan bertukar pengalaman. Pertemuan dengan ahli silat lain ini memberikan cakrawala untuk membuka wawasan pandangan tentang permainan yang dimilikinya berinteraksi dengan budaya lain.

Ketika berdagang di Cianjur, beliau bertemu dengan Bupati Cianjur ke VI yakni Raden Adipati Wiratanudatar(1776-1813) Beliau menetapkan pindah ke Cianjur dan berdomisili di kampung Kamurang.

Raden Adipati Wiratanudatar mengetahui bahwasanya Mbah Kahir mahir bermain mempo’ untuk itu memintanya untuk mengajar keluarganya, pegawai kabupaten dan petugas keamanan.

Untuk membuktikan ketrampilannya, bupati mengadakan adu tanding melawan pendekar dari Cina dengan permainan kuntao Macao di alun-alun Cianjur. Pertandingan yang dimenangkan oleh Mbah Kahir ini membuat namanya semakin populer di Kabupaten Cianjur.

Pada tahun 1815 Kahir kembali ke Bogor, beliau memiliki 5 putra yaitu Endut, Ocod, Otang, Komar dan Oyot. Dari kelima anak inilah Tjimande disebarkan keseluruh Tanah Pasundan. Sementara di Bogor yang meneruskan penyebaran Tjimande adalah muridnya yang bernama Ace yang meninggal di Tarikolot yang hingga kini keturunannya menjadi sesepuh pencaksilat Tjimande Tarikolot Kebon Jeruk Hilir.

Pada permulaan abad XIX di Jawa Barat adalah masa-masa kejayaan Tjimande sehingga cara berpakaian Mbah Kahir dengan menggunakan pakaian celana sontok atau pangsi dengan baju kampret menjadi model pakaian pencak silat hingga kini.

Pada tahun 1825 Mbah Kaher meninggal dunia sedangkan buah karyanya terus berkembang dan diterima secara luas oleh masyarakat Jawa Barat. Pola pendidikannya dikembangkan oleh anak didiknya seperti Sera’ dan aliran Ciwaringin yang dalam perkembangannya mengadakan perubahan jurus seperti yang dilakukan Haji Abdul Rosid. Akan tetapi berubahan itu tidak jauh berubah dari pakem mempo’Tjimande .

Dewasa ini Tjimande sudah berkembang ke seluruh pelosok dunia, masalahnya Mbah Kahir meninggalkan maempo Tjimande tidak berupa catatan tertulis , oral tradisi yang tidak sistimatis. Di desa Tjimande, maempo’ Tjimande tidak berada di dalam tatanan yang terpadu seperti organisasi.

Maempo Tjimande perkembang bermula dari keturunan dan keluarga yang tidak terorganisir dalam waktu yang panjang telah menghasilkan murid-murid yang banyak dan dari senilah berkembang dengan seizin atau tidak menjadi perguruan-perguruan Tjimande yang baru yang satu dengan yang lain tidak aling mengenal lagi.
Setidak tidaknya Tjimande menjadi bagian dasar pendidikan aliran-aliran pencak silat baru yang sudah banyak tersebar diseluruh dunia.

www.silatindonesia.com